BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

gfu

Selasa, 01 Juni 2010

membangun jiwa wira usaha

Membangun jiwa ke wira usahaan
Perempuan itu datang menemui Abu Hanifah. la ingin menjual kainnya. Sebagaimana dicatat sejarah, Abu Hanifah merupakan seorang ulama generasi tabiin yang susah dibedakan apakah dia ulama yang saudagar atau saudagar yang ulama.

"Berapa kamu jual kain ini?" tanya Abu Hanifah.

"Seratus dirham!" jawab perempuan itu. Temyata kain yang dibawa perempuan itu sangaf bagus, bermutu, dan mahal. Namun perempuan tersebut tidak tahu harga kain itu sebenarnya. Entah dari mana dulunya ia memeroleh kain itu. la lupa. Adapun Abu Hanifah, seorang saudagar yang begitu menguasai dunia pasar, langsung mengetahui kualitas kain tersebut. Namun hal itu tak menjadikan sang Imam punya niat buruk untuk memanfaatkan kesempatan apalagi berlaku curang. Maka, dialog pun berlanjut.

"Harga kainmu ini jauh lebih mahal daripada seratus dirham. Coba kamu tawarkan dengan harga yang lebih tinggi," ujar Abu Hanifah.

"Bagaimana kalau dua ratus dirham?" tanya perempuan itu.
"Kainmu masih lebih bagus daripada dua ratus dirham!" sahut Abu Hanifah.

"Tiga ratus dirham!"

"Kainmu masih lebih mahal dari harga itu!" "Kalau begitu, belilah dengan harga empat ratus dirham."

"Kainmu sebenarnya masih lebih mahal dari empat ratus dirham, tapi aku akan membelinya dengan harga itu!" kata Abu Hanifah. Transaksi pun berlangsung. Keduanya pun sepakat dengan harga itu.

Kini dialog tersebut sepertinya tak mungkin terjadi dalam dunia nyata. Mungkin hanya akan kita dapatkan pada dunia cerita, drama atau hikayat. Kini, sepertinya mustahil ada seorang pedagang yang menawar harga barang melebihi harga yang diinginkan penjual. Kini, tak mungkin kita temukan pedagang minta agar harga belinya dinaikkan. Namun tidak demikian dengan kisah perempuan dan Abu Hanifah di atas. Kisah yang diriwayatkan oleh al-Maqdisi itu benar-benar ada, betul-betul terjadi.

Selain jiwa suci dan kejujuran, banyak petikan hikmah yang bisa kita tuai dari sosok Abu Hanifah. Tokoh tabiin yang hanya sempat bertemu dengan tujuh sahabat Nabi ini merupakan ulama peletakdasar mazhab Hanafi. Selain dikenal sebagai ulama, ia juga adalah seorang saudagar sukses.

Bagi kaum Muslimin, jiwa entrepreneur atau wirausaha ini menarik untuk dilirik. Apalagi ketika tingkat kebutuhan tenaga kerja semakin tidak bisa mengimbangi kecepatan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia. Tenaga kerja yang ada jauh lebih ban yak daripada kebutuhan. Angka kebutuhan penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak mampu menampung jebolan Sekolah Menengah Atas atau Perguruan Tinggi. Instansi swasta pun demikian. Yang terjadi justru sebaliknya.

Di tengah lilitan kebutuhan ekonomi sekarang, ribuan pabrik dan perusahaan swasta justru banyak yang mem-PHK karyawannya. Akibatnya, angka pengangguran membengkak. Ratusan ribu lulusan perguruan tinggi menganggur. Bangsa ini kelebihan tenaga kerja. Ujungnya, kita dipaksa "menjual" para tenaga kerja itu ke luar negeri dengan segala penderitaannya.

Di sisi lain, seharusnya fenomena ini membuat anak negeri ini merenung. Selain terbatasnya lahan penerimaan PNS atau karyawan swasta, bangsa ini juga membutuhkan sosok-sosok entrepreneur. Kekayaan alam yang berlimpah, SDM yang membludak dan kebutuhan ekonomi yang kian membengkak, menghajatkan kita untuk belajar bekerja mandiri. Masyarakat bangsa ini mulai harus mengubah paradigma berpikirnya dari harus menjadi PNS menjadi-mengutip judul buku karangan Valentino Densi-Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian.

Saatnya para karyawan merenung. Fakta menyebutkan, tingkat kenaikan gaji para karyawan, baik PNS maupun swasta, tak mampu mengejar tingkat pertambahan kebutuhan sehari-hari. Belum lagi. kalau ia harus mengubah nasib dengan memunyai kendaraan atau rumah besar, misalnya.

Kita renungkan, berapa lama waktu yang diperlukan seorang karyawan yang menerima gaji dua juta rupiah per bulan, misalnya, agar bisa memiliki rumah seharga 200 juta rupiah? la harus menabung selama 100 bulan atau delapan tahun lebih. Itu pun kalau ia menyimpan seluruh penghasilannya sebanyak dua juta per bulan tanpa dipotong untuk kebutuhan makan, tempat tinggal, sekolah anak dan lainnya.

Dengan kondisi demikian, mungkinkah ia berharap bisa memiliki kendaraan roda empat. Kalau saja ia berharap mendapatkan kendaraan atau rumah seharga dua miliar, misalnya, maka orang yang berpenghasilan dua juta per bulan tadi harus menabung-tanpa makan dan minum-selama 1000 bulan.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin mereka yang selama ini duduk sebagai PNS tapi bisa memiliki semua kemewahan itu?

Dalam analisanya yang ia tulis di bukunya Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian, Valentino Dinsi menyebutkan, PNS atau mereka yang bekerja sebagai karyawan swasta level menengah ke bawah, hanya bisa kaya dengan lima cara. Yaitu, menikah dengan orang kaya, mendapatkan warisan, menang undian, bekerja sampingan, dan korupsi. Tanpa pertu menuduh, kita bisa buktikan mana di antara lima hal itu yang paling banyak dilakukan.

Merenungkan hal tersebut, selayaknya penghuni negeri ini mengubah paradigma berpikirnya. Paradigma sebagian masyarakat kita masih banyakyang ngotot memaksakan anaknya harus diterima di PNS dengan berbagai cara termasuk suapmenyuap dan nepotisme. Paradigma ini harus diubah dengan paradigma baru. Yaitu, mendidik generasi muda dengan jiwa wirausaha.
Dengan demikian, begitu lulus dari SMA atau perguruan tinggi, generasi kita tak lagi belajar bagaimana menulis lamaran pekerjaan, tapi belajar cara membuat proposal bisnis. Mereka tak lagi berbondong-bondong menenteng map me lamar jadi pegawai, tapi beramai-ramai membuka usaha baru.

Jika jiwa wirausaha ini bisa kita tumbuhkan sejak dini, kita berharap negeri ini akan bangkit dari keterpurukan. Kekayaan alam yang melimpah ruah ini bisa kita kelolah sendiri tanpa harus mengundang orang asing. Syaratnya satu, kita mau berubah. "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri," (QS ar-Ra'd: 11).


Masih lemahnya tumbuh jiwa kewirausahaan di tengah masyarakat dewasa ini, umumnya di kalangan generasi muda, ikut pula memberi dimensi krisis bangsa yang berkepanjangan.
Masih kuatnya tumbuh mental-mental priyayi sebagai bagian dari monumen peninggalan penjajahan tempo dulu, di mana menjadi pegawai negeri dipandang lebih terhormat, dibandingkan menjadi wirausaha.
Keadaan yang tidak kondusif seperti ini ikut pula memberi arti yang cukup dalam terhadap bangun kepribadian sumber daya manusia dalam menghadapi tantangan yang ada. Kaum intelektual muda tamatan perguruan tinggi, dengan menyandang berbagai gelar akademis, masih ragu atau enggan melirik peluang menjadi wirausahawan.
Mereka pada umumnya lebih suka pelamar berdesakan menjadi karyawan pemerintah, dengan berbagai pertimbangan praktis. Kalau ada yang terjun pada bidang yang satu ini umumnya karena terpaksa atau menerima warisan dari keluarga untuk melanjutkannya.
Rasa bangga menjadi pengusaha yang handal harus mulai dibangkitkan di tengah masyrakat kita sejak dini. Ini semua tidak terlepas dari mengubah cara pandang atau budaya masyarakat yang masih konvensional memerlukan proses pembelajaran yang intens ke arah yang lebih baik.
Kalau kita perhatikan secara kasat mata beban anggaran rutin dalam APBN/APBD dimana alokasi dana sudah cukup besar untuk membayar gaji PNS selama ini. Keadaan yang tidak kondusif seperti ini bila terjadi berkepanjangan, maka secara tidak langsung akan dapat menghambat/merongrong laju pembangunan bangsa kita keluar dari dimensi krisis ini.
Adanya upaya pembentukan Koperasi Krama Bali oleh Group Bali Post , sebagai kilas balik menapak tumbuhnya tunas jiwa-jiwa kewirausahaan yang andal patut kita acungkan jempol, serta dukung bersama agar dapat mencapai hasil yang optimal.
Di tengah kepungan serta kebuntuan krama Bali atas intervensi kaum pendatang/urban secara perlahan yang umumnya berasal dari luar pulau. Terkadang hanya berbekal nekat/berani serta perhitungan sederhana membuka usaha informal secara beramai-ramai dengan mengambil tempat yang cukup strategis.
Fenomena ini seharusnya menjadi pemicu sekaligus tantangan untuk bangkit dari keterlenaan/tidur panjang yang nyenyak semeton krama Bali . Lama sektor informal ini tidak dilirik oleh krama Bali , padahal memberi nilai tambah/ income yang cukup baik bila dikelola dengan manajemen yang baik.
Warung makan lesehan mulai dari pecel lele, ayam goreng, bubur ayam, ikan bakar, nasi goreng, yang tersebar di jalan-jalan protokol di pusat kota , jarang krama Bali sebagai pedagangnya. Padahal omzetnya cukup lumayan, bahkan lebih besar dari gaji pegawai negeri. Peluang pasar ini tidak dilirik/dilihat secara jeli dari awal oleh krama Bali paska bom Bali .
Dengan adanya Koperasi Krama Bali dengan makin berkembangnya jumlah binaan para anggotanya, diharapkan dapat melahirkan para pengusaha yang andal. Membangun kekuatan pasemetonan krama Bali dalam lingkup keakraban jiwa kewirausahaan perlu dipupuk dari sekarang.
Melahirkan benih-benih jiwa keakraban pasemetonan jiwa kewirausahaan ini sangat memberi rasa tolerasi yang lebih kuat membangun ekonomi lokal (local content) lebih tumbuh mengakar ke bawah sebagai spirit melestarikan Bali Ajeg.
Manajemen kewirausahaan yang andal berbasis pasemetonan ini memberi nilai tambah lebih akrab dalam bermasyarakat untuk saling melengkapi. Jiwa kebersamaan dalam bingkai pasemetonan krama Bali ini akan dapat menggerakan perekonomian Bali lebih utuh secara permanen.
Selama ini kekuatan pasemetonan Bali dalam arti perekonomian belum dapat digarap secara optimal oleh krama Bali . Ini dapat kita lihat di tengah masyarakat di mana krama Bali yang bergerak di sektor informal baik yang bergerak di bidang pariwisata/tersier/jasa maupun perdagangan relatif belum banyak.
Justru peluang bisnis yang menggiurkan ini lebih banyak ditangkap oleh orang luar dalam berbagai bidang dengan kejelianya melihat peluang bisnis yang ada. Ini menjadi tantangan krama Bali untuk bangkit membangun kekuatan perekonomian pasemetonan secara ajeg demi kelestarian Bali sendiri.
Untuk itu perlu digalang jiwa pasemetonan lebih akrab membangun manajemen kewirausahaan dengan spirit kekuatan lokal dalam berbagai bidang. Rasa kebersamaan dalam pasemetonan membangun bisnis ini harus bangkit secara simultan dari bawah secara sadar.
Kita harus memberi dorongan positif atas inisiatif bangkitnya jiwa kewirausahaan di lingkungan kita masing-masing. Dorongan moral maupun material adalah bagian dari rasa peduli atas pesemetonan bisnis yang kuat mengikat pada diri semeton krama Bali .
Terobosan Baru
Adanya terobosan Koperasi Krama Bali melakukan pembinaan atas anggotanya membuka warung bakso krama Bali yang tersebar meluas di tengah masyarakat patut kita dukung oleh semeton Bali sebagai rasa partisipasinya membangun perekonomian masyarakat.
Keberanian membuka peluang usaha adalah bagian dari membuka peluang kerja untuk mengurangi pengangguran. Bila krama Bali ikut andil memberi dukungan secara tidak langsung atas keberadaan usahanya merupakan bagian dari amal darma bakti atas tumbuhnya jiwa pasemetonan yang lebih kokoh.
Jiwa pasemetonan dalam partisipasi bisnis yang kurang selama ini sehingga krama Bali sering susah berkembang kalau dibandingkan dengan warga masyarakat pendatang, perlu mulai digalang kesadarannya.
Bagi krama Bali yang menggeluti sektor usaha informal harus kreatif dalam membangun inovasi usaha yang terus berkembang. Usaha yang dapat ajeg adalah bila selalu dapat melahirkan daya inovasi baru yang menarik pembeli untuk selalu datang.
Bagaimana memberi pelayanan yang ramah penuh keakraban dalam suasana kekeluargaan yang kuat sehingga melahirkan sinergis spirit usaha atas rasa kebersamaan dan memiliki. Membangun hubungan emosional yang terpelihara kuat mengikat di antara pengusaha dengan konsumen menjadi kata kunci kesuksesan.
Hindari kesan jorok atas usaha yang dijalankan. Baik dari aspek penampilan fisik, pelayanan, penangan manajemen, maupun tata ruang usaha yang ada. Kesan kumuh yang mengikat ini memberi citra usaha yang dijalankan kurang profesional serta bonafid .
Keadaan ini yang sering menjadi kendala bagi krama Bali menjalankan usaha selama ini. Hindari jiwa ngoyo , atau adem ayem yang sifatnya pasrah atau nrimo sebagai bagian dari keadaan yang ada. Jiwa pasif ini memberi hasil yang negatif bagi pengembangan usaha yang ada.
Untuk itu krama Bali harus mulai berbenah membangun bisnis yang lebih baik dengan memperhatikan aspek kesehatan, kebersihan, kejujuran, serta mental yang pantang menyerah membangun usaha yang selalu berkembang/maju, demi menjaga Bali Ajeg.
Pondasi bisnis ini harus dibangun secara sadar penuh kesungguhan jangan bersikap setengah-setengah melakoni usaha ini. Curahkan perhatian secara penuh konsetrasi dengan mengantispasi berbagai aspek yang akan muncul.
Mulai dari pesaing yang ada, pengembangan produk yang selalu unggul dari pesaing, membangun jaringan pemasaran produk yang selalu bersahabat dan selalu dekat dengan konsumen, serta menjaga image usaha yang dijalankan selalu penuh kejujuran.
Dipersifikasi Usaha
Untuk membangun jaringan bisnis yang mengakar kuat dari bawah serta menghindari terjadinya kejenuhan produk, maka perlu diciptakan dipersifikasi produk yang mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu. Dengan terciptanya pariasi usaha serta produk yang ditawarkan memberi iklim usaha yang makin melengkapi untuk selalu dapat tampil lebih baik di antara krama Bali secara positif.
Bila iklim kondusif usaha seperti ini dapat tercipta secara baik maka akan memberi nilai manfaat yang lebih menyeluruh untuk selalu tampil menjadi yang terbaik. Saling melengkapi dan saling terintegrasi satu dengan yang lainya dengan bisnis krama Bali yang lain akan menimbulkan sinergis kerja yang saling menunjang.
Tidak ada yang saling jegal atau menjatuhkan karena ketatnya persaingan di antara krama Bali . Tentu keadaan kondusif seperti ini memerlukan adanya koordinasi dalam pemikiran serta langkah terpadu yang lebih komprehensif penuh kesadaran.
Membangun dipersifiksi usaha, dengan melihat kondisi masyarakat yang ada memerlukan kejelian yang cukup memadai. Ini menyangkut kejelian dalam menangkap peluang bisnis yang ada serta berkembang di waktu yang akan datang.
Mengasah jiwa kewirausahaan yang tajam dalam mengestimasi perkembangan zaman memerlukan keterampilan pribadi yang utuh yang didukung oleh pengetahuan dan pengalaman yang memadai. Memupuk untuk dapat lahirnya enterpreneurship yang andal seperti ini menjadi kebutuhan mendasar krama Bali saat ini.
Bagaimana dapat membangun kekuatan diri pribadi yang andal dalam membangun jiwa kewirausahaan memerlukan tingkat pemahaman yang utuh dalam berbagai situasi yang ada.
Fijar awal sebagai lentera kini telah mulai menyala sebagai penerang menggapai jalan harapan yang terbentang di depan. Kita harapkan semeton krama Bali dapat memotivasi diri lebih enegik menyalakan lentera diri lebih menyala menggerakan perekonomian lebih bergairah disaat badai krisis melanda.
Ini memerlukan perenungan lebih utuh dalam bingkai kesadaran membangun Bali lebih terhormat/bermartabat di tengah keterpurukan mengancam oleh berbagai isu yang tidak sedap. Ini menuntut kesungguhan serta kesadaran semeton krama Bali untuk sadar dan bangkit dari tidur nyenyak yang panjang dalam upaya membingkai spirit Bali Ajeg lebih kongkret. Mari…..!!!!
Menggali Diri
Kunci untuk mengidentifikasi jiwa pengusaha adalah dengan cara melihat karakter seseorang, khususnya pada hal-hal yang menjadi kebiasaan, alami dan dilakukan dengan baik. Setiap dari kita, memiliki susunan karakter tertentu yang menjadikan kita, apa adanya. Kami menggunakan kata Tema Karakter untuk menggambarkan unsur-unsur yang membentuk susunan karakter. Mengetahui Tema Karakter Seseorang adalah permulaan.[4] Tema Karakter adalah inti, seperti pusat bola salju yang mengumpulkan lebih banyak salju ketika menggelinding menuruni bukit. Ia mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman dalam prosesnya. Tema Karakter membentuk pengetahuan dan pengalaman dalam satu wilayah yang berhubungan. Bila seseorang dengan kreativitas sebagai tema karakter yang dominan, akan memiliki kemampuan lebih untuk mengatasi situasi yang membutuhkan adaptasi dan perubahan dibandingkan dengan yang memiliki tema karakter dengan kreativitas yang lebih rendah. Pengalaman Hidup dapat mengembangkan dan memperkuat tema karakter, tetapi dapat juga menguranginya. Pendidikan dan latihan juga memberikan bentuk dan ukuran bola salju, pentingnya mengetahui tema karakter kita tidak dapat diremehkan sebaliknya semakin cepat kita mengetahuinya akan lebih baik. [5] Wirausahawan memiliki enam tema karakter utama yang membentuk akronim: F(Focus) untuk fokus, A(Advantage) untuk keuntungan, C(Creativity) untuk kreativitas, E(Ego) untuk ego, T(Team) untuk tim, S(Social) untuk sosial.
[sunting] Memulai Usaha
Ada empat subkategori menjadi wirausahawan:[4]
1.Penemu, mendefinisikan konsep, unik, baru, penemuan atau metodologi
2.Inovator, menerapkan sebuah teknologi baru atau metodologi untuk memecahkan masalah baru.
3.Marketer, mengidentifikasi kebutuhan di pasar dan memenuhinya dengan produk baru atau produk substitusi yang lebih efisien.
4.Oportunis, pada dasarnya sebuah broker, pialang, yang menyesuaikan antara kebutuhan dengan jasa diberikan dan komisi.
[sunting] Kemampuan yang Diperlukan
Keterampilan yang dibutuhkan oleh para pengusaha dapat dikelompokkan menjadi tiga area utama: keterampilan teknis seperti menulis, mendengarkan, presentasi lisan, pengorganisasian, pembinaan, bekerja dalam tim, dan teknis tahu-bagaimana(know-how), keterampilan manajemen usaha termasuk hal-hal dalam memulai , mengembangkan, dan mengelola perusahaan. Keterampilan dalam membuat keputusan, pemasaran, manajemen, pembiayaan, akuntansi, produksi, kontrol, dan negosiasi juga sangat penting dalam membangun dan mengembangkan usaha baru. Keterampilan terakhir melibatkan keterampilan kewirausahaan. Beberapa keterampilan ini, membedakan pengusaha dari manajer termasuk disiplin, pengambil risiko, inovatif, teguh, kepemimpinan visioner, dan yang berorientasi perubahan.[6]

[sunting] Rintangan dan Solusi
Berikut adalah sepuluh kesalahan yang sering dilakukan oleh wirausahawan, saat awal menjalankan bisnisnya:[1]
1. Kesalahan Dalam Mengelola

2. Kurangnya Pengalaman
Manajer bisnis kecil perlu memiliki pengalaman jika mereka ingin mengembangkan usahanya.

3. Kontrol Keuangan Kurang
Bisnis yang sukses membutuhkan kontrol keuangan yang tepat.

4. Upaya Pemasaran yang Lemah,
Membangun konsumen untuk bertambah secara berkesinambungan membutuhkan usaha, pemasaran secara terus-menerus dan kreatif. Slogan, pelanggan secara otomatis akan datang, hampir tidak pernah terjadi.

5. Kegagalan untuk Mengembangkan Rencana Strategis.
Gagal dalam merencanakan, berarti gagal untuk bertahan .

6. Pertumbuhan Tidak Terkendali
Pertumbuhan adalah hal yang alami, sehat dan diinginkan oleh setiap perusahaan. Namun, harus direncanakan dan dikendalikan. Pakar manajemen Peter Drucker berkata perusahaan-perusahaan baru lebih baik untuk memperkirakan pertumbuhan modal hanya setiap peningkatan penjualan 40 hingga 50 persen.

7. Lokasi Kurang Strategis
Memilih lokasi yang tepat adalah sebagian seni dan sebagian ilmu. Seringkali, lokasi bisnis dipilih tanpa penelitian yang benar, investigasi, dan perencanaan.

8. Kontrol Persediaan yang Barang Buruk
Pengendalian persediaan barang adalah salah satu tanggung jawab manajerial yang sering terabaikan.

9. Harga Tidak Tepat
Menetapkan harga yang tepat sehingga menghasilkan keuntungan yang diperkirakan menuntut pemilik bisnis mengerti berapa biaya untuk membuat, memaasarkan dan mendistribusikan barang dan jasa.

10. Ketidakmampuan dalam Membuat Transisi Entreprenurial
Setelah memulai,akan terjadi pertumbuhan, biasanya membutuhkan gaya manajemen yang sangat berbeda. Pertumbuhan mengharuskan wirausahawan untuk mendelegasikan wewenangnya dan tidak menangani - kegiatan operasional sehari-hari - sesuatu yang tidak bisa dilakukan olehnya.
Berikut adalah solusi untuk mengatasinya:[7]
1. Mengenal bisnis secara mendalam.
2. Mengembangkan rencana bisnis yang matang.
3. Mengelola keuangan.
4. Memahami laporan keuangan.
5. Belajar mengelola manusia secara efektif.
6. Jaga kondisi Anda.

0 komentar: